Khamis, 24 Februari 2011

Pentingnya Bahasa Arab

 Pentingnya Bahasa Arab
Jika ditinjau dari asfek sejarah kepentingan pada tata bahasa Arab,(Motgomery watt,
1990) berpendapat :"Dua kebutuhan praktis memaksa orang untuk mempelajari tata bahasa
Arab: pertama dibutuhkan semacam kesepakatan mengenai asas-asas umum tata bahasa jika
orang ingin memperoleh hasil dari bahasan-bahasan mengenai penafsiran dari ayat-ayat AlQuran, dan kedua kesepakatan mengenai makna kata-kata rang tidak diketahui artinya".
Masalah ini menjadi mendesak sebab Al-Quran telah menjadi dasar dari Agama Islam
dan menjadi dasar dari negara Islam saat itu bahkan sampai sekarang ini. Dalam pemahaman
Ayat-ayat Al-Quran penulis Barat mengakui bahwa bahasa Arab memberikan lebih banyak
cakupan makna yang memungkinkan dibanding dengan bahasa Inggris.
Selain itu para sekretaris yang non Arab  pertama sekali  dihadapkan kepada penulisan
berbahasa Arab menjadi kebanggan profisional  pada zaman Khulafaurrasyidin terlebih-lebih
dimasa khalifah Umar bin Khattab berlajut sampai ke masa keemasan Islam pada Dinasti Bani
Abbasiyah.
Tingginya kebanggaan profesional ini membuat mereka terpacu untuk mempelajari tata
bahasa Arab agar terhindar dari "Solecisme" kekacauan tata bahasa ketika mereka menulis.
Setelah perkembangan kekuasaan negara Islam dan juga perkembangan agama Islam
ke berbagai pelosok dunia maka bangsa Arab berbaur dengan bangsa-bangsa lain seperti
bangsa Romawi, Paris, Eropa. Penuturan bahasa Arab pun mulai bercampur baur dengan
bahasa-bahasa daerah penaklukan tadi oleh karena itu khalifah Ali Bin Ali Thalib merasa sangat
khawatir bahasa tersebut akan terlepas dari struktur bahasa semula.
Khalifah Ali Bin Thalib memprakarsai terciptanya ilmu tata bahasa Arab (llmu Nahwu).
Pada awalnya beliau mengumpulkan bahan mengenai ن |/inna/kemudian إق(idhafat/lalu
mempeluasnya lagi kepada masalah Atf dan  Ta'ajjub. (keterangan lebih lanjut dari ini dapat
diperhatikan dari buku Nahwu karangan Zama) syari dari buku pengantar sastra Arab karangan
Fuad Said).
Orang-orang yang meneruskan pembahasan Ali ini adalah Abu I-Aswad As Dualiy (wafat
19 H). Nasar Bin 'Asim (wafat 86 H), dan Adurrahman Bin Hurmuz (wafat 117 H).
Kebebasan mencurahkan buah pikiran dari para ulama yang masyhur itu akhirnya
melahirkan dua kelompok ulama Nahwu yaitu ulama Kuffah dan Ulama Basyra

Tiada ulasan:

Catat Ulasan